Bismillahirahmanirrahim
Ketika jari jemari ini mulai
memainkan perannya di keyboard laptop, hal yang ditakutkan adalah kekhilafan
atas rasa ria yang berlebihan serta sebuah tulisan tanpa landasan ilmu yang
bermuara kepada-Nya. Maka sebelum anda membaca lebih dalam mengenai artikel
ini, mohon kiranya bukakan dengan lebar pintu maaf dan kelowongan atas pendapat
yang saya tuliskan dalam artikel ini, sebuah tulisan yang in Syaa Allah saya
tuliskan dengan beberapa panduan buku, tontonan serta seminar yang membuka
pikiran saya bagaimana mendidik anak-anak yang notabennya akan menjadi
penyemangat hidup orang tua nya yang mulai senja, pengibar dan pengharum merah
putih serta yang paling mulia adalah pengantar diri dan pembimbing menuju
Jannah-nya.
Mengenai judul di atas mengapa
saya tulis “Ayah, engkau juga inspirasi ku” bukan “Ayah, engkau adalah
inspirasi ku”. Hal ini dikarenakan banyak diantara kita yang berfikir bahwa
yang menjadi sumber ilmu atau pendidikan pertama anak-anak adalah ibunya, hal
ini berlandaskan pada sebuah kalimat bahwa “ibu adalah madrasah pertama bagi
anak-anak” bukan berpegang pada kalimat “rumah
adalah madrasah pertama bagi anak-anak”.
Kalimat mana yang lebih Ayah
Bunda sukai?
Pertama atau kedua?
Silahkan Ayah Bunda memilih. namun untuk saya
sendiri saya akan memilih kalimat “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak”,
Ayah dan Bunda memiliki pilihan yang lain, silahkan, saya tidak akan memaksa
anda memiliki persamaan pemikiran, jika Ayah Bunda memilih kalimat pertama itu
juga jauh lebih baik dibandingkan dengan berpikir “madrasah anak-anak adalah di
sekolah” kalimat ini berpamahaman bahwa proses pendidikan anak-anak hanya
terjadi di sekolah dan tidak menjadikan rumah sebagai proses pendidikan
anak-anak juga dan secara tidak langsung menyerahkan pendidikan anak-anak anda
seutuhnya kepada orang-orang di sekolah yaitu guru. Kalo yang ini jelas saya
sangat tidak setuju, bayangkan saja berapa lama anak-anak di sekolah, lebih
banyak mana anak-anak berada di rumah atau di sekolah? dan yang harus kita sadari
adalah proses pendidikan itu tidak hanya mencakup IPA, IPS, B.Indonesia,
Matematika, B.inggris dan lainnya. Terdapat sebuah pendidikan lain yang harus
diperoleh anak-anak, pendidikan akhlak,tauhid, jati diri bahkan kasih sayang
juga harus mereka dapati, dan itu semua tidak cukup ia dapati hanya di sekolah,
melainkan di rumah.
Mengapa saya memilih kalimat
kedua “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak”?
Saya akan coba jelaskan dan
silahkan Ayah Bunda membacanya setelah itu saya kembalikan kepada Ayah dan
Bunda
Mengikuti seminar “Menjadi Orang
Tua Shalih” pada 11-12 Juni 2016 lalu bersama abah Ihsan Baihaqi perlahan
membuka proses pemikiran saya bagaimana seharusnya mendidik anak, membuka mata
bahwa kelak jika saya menjadi seorang ibu maka tidak sepatutnya saya menyudahi
proses belajar saya dalam memahami anak-anak, karena mendidik mereka
membutuhkan ilmu. Banyak hal yang saya dapati dari seminar ini, mulai dari
perbedaan guru betulan dan kebetulan, penerapan 18-21, Hukum kekelan pada
anak-anak, perbedaan menjadi orang tua tegas nan lembut dan keras nan lembek,
serta ilmu-ilmu lainnya yang jika memang ayah dan bunda ingin tahu lebih dalam
bisa bergabung dengan seminar abah.
Mengulik lebih dalam mengenai
istilah penerapan 18-21, sedangkan untuk hukum kekelan pada anak-anak in syaa
Allah akan saya hadirkan juga tulisannya dengan mengaitkan hukum kekelan massa
dan hukum kekelan energi beberapa hari /minggu/bulan, karena bagi saya untuk
menulis membutuhkan moody yang cukup,
tidak seperti mereka yang dengan istiqomhnya memberikan tulisan-tulisan nan
berilmu.
Apa makna dari 18-21???
Lihatlah sebuah benda yang pada
umumnya menempel di dinding rumah berbentuk bulat atau kotak, apa benda itu?
Jika saya mencarinya di rumah
saya, maka jawabannya adalah jam dinding, entah jika ayah dan bunda yang jawab,
mungkin saja jawabannya bukan jam dinding karena bisa jadi jam dinding dirumah
ayah dan bunda memiliki bentuk selain bulat dan kotak serta tidak menempel di
dinding. Tapi makna dari sesungguhnya adalah jam
ya, 18-21 tersebut bermakna jam,
jam yang harus diluangkan orang tua bersama anak-anaknya, tanpa gadget atau
apapun yang menghalangi kebersamaan ayah bunda dengan anak-anaknya. Sekali lagi
mengingatkan, 18-21 harus dilakukan orang tua ya bukan hanya Bunda karena
alasan untuk Ayah adalah masalah pekerjaan, pulang malam atau mungkin pulang di
atas pukul 21.00, jika memang hal tersebut yang terjadi maka Ayah harus
meluangkan waktu lainnya di luar 18-21, karena 18-21 bukan suatu angka yang
wajib tapi harus diterapkan.
Jika sang Ayah tidak dapat full
bersama anak-anaknya selama 18-21, maka ayah dapat memilih diantaranya, bisa
18/19/20/21, bebas ko, tapi jangan Cuma 5 menit ya… 5 menit untuk makan saja Cuma
masuk beberapa suap heheh, lebih banyak lebih bagus. Disconect
semua elektronik di rumah dan connect
with your family
Kegiatan apa saja sih yang bisa
ayah bunda dan anak-anak lakukan? Ayah dan Bunda sendirilah kepala sekolah dan
guru di madrasah anak-anak anda, bisa Qur’an
time, Story time,bermain, belajar dll.
Mengapa hal ini dibutuhkan?
Tentunya hal ini dibutuhkan,
karena ketika Quality time tersebut
dilakukan, maka akan timbul rasa kepercayaan anak-anak kepada ayah dan bundanya
terutama jika di dalam waktu tersebut orang tua menjadi pendengar setia bagi
anak-anaknya atas segala aktifitas atau masalah-masalah yang dihadapi
anak-anak, mungkin awalnya anak-anak bercerita tentang masalah sepeleh
contohnya terkait penghapus yang di ambil temannya, namun melalui hal sepele
ini lah anak-anak akan terlatih bercerita segala hal dengan orang tuanya,
karena semakin bertambah usianya seseorang, maka semakin bertambah dan kompleks
pula masalahnya
Sebuah riset yang dilakukan di
Universitas John Hopkin, AS, menyatakan bahwa remaja yang diberi kesempatan
berbicara dengan orangtua mereka akan memiliki daya tahan mental lebih baik
terhadap lingkungan (negatif). Dan untuk membangun kesempatan berbicara ini
tidak lah mudah, maka harus dilatih sejak dini.
So, Parent’s Quality time is so important, not only mother but also father.
Jika ada yang kembali menanyakan
kepada saya, apakah saya sudah mempraktekan pendidikan ini dirumah?, tentu saja
saya jawab belum, ya karena ketika saya menulis artikel ini posisi saya masih
sendiri hehe, dan do’akan saja semoga saya dapat dengan segera mempraktekannya,
tetep ngarep hehehe
tapi jika ada yang menanyakan
kepada saya, apakah proses pendidikan anak yang juga meilbatkan ayah bukan
hanya bunda sudah terbukti keberhasilannya? maka saya akan menjawabnya sudah
Kenapa saya bilang sudah, karena
hasil produk-produk “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak” dapat ayah
dan bunda lihat dan saksikan sendiri, mereka orang-orang besar yang menjadi
bukti betapa besarnya peran Ayah dan Bunda bagi masa depan anak-anak. B.J
Habibie, Al-fatih dan pastinya banyak tokoh-tokoh lainnya yang dapat kita ambil
pelajaran bagaimana ia bisa menjadi orang-orang berpengaruh di masanya,
bagaimana caranya?. Baiklah kita akan tapak kilas seajarah satu persatu
tokoh-tokoh yang saya tuliskan, inilah fungsinya belajar sejarah dan hal ini
pulalah yang membuat saya sangat senang membaca dan menonton tokoh-tokoh
inspiratif, karena dari merekalah kita akan belajar bagaimana menjalani proses
kehidupan ini
B.J Habibie
Untuk tokoh yang satu ini, sumber
yang saya dapati adalah melalui sebuah film, lain hal nya dengan tokoh
selanjutnya yang kisahnya saya ambil dari beberapa buku. Saya rasa kita semua
tahu mengapa saya mengambil sumber tokoh ini dari sebuah film, ya karena memang
saat ini film tentang beliau sedang di putar di bisokop-bioskop, so buat kalian
yang punya waktu luang , monggo di tonton filmnya, sanya ga promosi sama sekali
ya, saya Cuma mau memberi referensi sebuah film bagus, sebuah film yang bukan
hanya bagus untuk membangun karakter seorang remaja tapi juga bagus untuk ayah
dan bunda,karena di dalam nya terlihat sangat jelas gambaran Ayah dan Bunda
Sang Pembuat pesawat ini.
Menyelami lebih dalam tokoh Ayah
B.J Habibie di kala kecil, ya kenapa di
kala kecil? karena Ayah beliau wafat di saat beliau masih kecil, saat sujud
mengimami istri dan anak-anaknya sholat dan saat itu pulalah sifat ketegaran
dan keimanan dalam diri seorang anak penyuka pesawat terlihat, dengan menahan
air mata B.J habibie kecil maju kedepan menggantikan Ayahnya yang terjatuh
dalam sujudnya menjadi imam.
Jadilah
seperti mata air yang jernih
Jika kamu
baik maka orang disekeliling mu juga akan baik
Kalau tidak salah seperti itulah bunyi kalimatnya,
sebuah kalimat yang keluar dari mulut ayahnya yang teriyang di dalam pikiran
B.J Habibie setiap saat, sebuah kalimat yang selalu memberikan kekuatan saat ia
menempuh pendidikan di negeri orang. Ayahnya jugalah yang menjelaskan dengan
sabar bagaimana sebuah pesawat dapat terbang, serta pertanyaan-pertanyaan lain
nya yang keluar dari mulut Habibie kecil. Serta proses pendidikan kehidupan
lain nya yang diajarkan Ayahnya dalam menghadapi kehidupan.
Al-Fatih
Untuk tokoh yang satu ini saya rasa kita semua sudah mengetahuinya, Ia
adalah penakluk konstantinopel di usia yang masih muda, kalau tidak salah pada
usia 21 tahun. Malu rasanya diri ini
yang di usia seperti ini hanya bisa duduk didepan laptop mencuri ilmu dari
beberapa buku .
Ya, bagaimana di saat usianya masih sedemikian muda
sudah dapat menaklukan konstantinopel?
Semua tak lepas dari peran ayahnya. Ayahnya lah
yang selalu membisikan dan mengatakan padanya “bahwa kelak kamulah penakluk
konstantinopel”. Sebuah penanaman keyakinan yang sangat patut kita tiru, sebuah
kaliamat yang patut kita berikan kepada anak-anak, sebuah kalimat positif yang
membangun karakternya bahwa aku adalah…..
Ya, kalimat positif sangatlah berpengaruh pada diri seseorang,
kenapa saya bisa sangat yakin?, karena saya sendiri juga mengalaminya, tak
jarang orang tua saya selalu mengatakan bahwa saya adalah anak yang nekat dan
tekun, walaupun sebenarnya tak jarang ketika menghadapi sebuah masalah saya
selalu bingung dan galau, bahasa anak muda jaman sekarang. namun Alhamdulillah kalimat
itu yang selalu membuat saya yakin dan berjuang untuk mendapatkan suatu hal
yang saya inginkan.
Selain menanamkan karakter yang baik kepada
Al-fatih kecil, peran Sang Sultan juga mencakup yang lain, mencakup pendidikan
dan karakter anaknya, maka tak segan ia memanggil 2 guru sekaliqus untuk
mendidik anaknya, guru-guru besar yang mengajarkan adab, akhlak serta ilmu
lainnya. Serta seorang ayah yang memberikan mandat kepada sang guru untuk tak
segan memukul anaknya jika anaknya susah diajarkan. Sebuah pukulan yang
mendidik yang memberikan kesadaran bagi anaknya untuk memimpin kerajaan
menggantikannya.
Dua tokoh yang saya rasa lebih layak untuk
dijadikan bukti bahwa bukan hanya ibu yang berperan dalam kehidupan seorang
anak, melainkan juga ayah.
Hal ini juga yang diajarkan Rasulullah saw dalam
mendidik anak-anak kecil. Bermain bersama anak merupakan salah satu
penkualitasan waktu ayah dan bunda kepada anak-anaknya
Diriwayakan oleh Ibnu Asakir dari Abu Sufyan:
Aku masuk menemui Muawiya yang saat itu sedang
berbaring telentang. Diatas dadanya ada anak kecil laki-laki atau perempuan
yang sedang bercanda dengannya. Aku katakana, “turunkan anak itu, wahai Amirul
Mukminin” Dia menjawab “Aku mendengar Rasulullas Shalllallahu ‘alauhi wa Sallam
bersabda, ‘Barang siapa memiliki anak kecil, hendaknya bermain dengannya”
Jadi Ayah, jangan segan untuk bermain dengan
anak-anak ya….
Sedikit mengintip sebuah kalimat yang tergores di
dalam buku yang berjudul “Prphetic
parenting Cara Nabi Mendidik Anak”
“Kebanyakan orang belum menyadari bahwa anak-anak
adalah salah satu unsur umat ini. Hanya saja dia bersembunyi di balik tabir
kekanak-kanakannya, Apabila kita singkap tabir itu, pasti kita temukan dia
berdiri sebagai salah satu tiang penyangga bangunan umat ini. Akan tetapi,
ketentuan Allah pasti berjalan, yaitu bahwa tabir tersebut tidak akan
tersingkap selain dengan bimbingan dan pendidikan secara berskala, sedikit demi
sedikit. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan pernecanaan yang matang dan
bertahap”
Asy-Syaikh
Muhammad al-Khidhr Husains rahimahullah
Rasululllah memerintahkan kedua orangtua untuk menjadi
suri tauladan yang baik dalam bersikap dan berperilaku jujur dalam berhubungan
dengan anak
“Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi,
Majudi atau Nasrani”
Jadi bukan hanya Bunda ya yang berperan dalam
kesuksesan anak, melain Ayah juga berperan penting di dalamnya. Ibarat sebuah
madrasah, Ayah adalah seorang kepala sekolah yang tidak menyerahkan semuanya
kepada Bunda yang bisa diibaratkan guru, melainkan Ayah juga harus turut serta
membuat Program-program bagi siswa-siswa di madrasahnya.
Sumber:
Seminar “ Menjadi Orang Tua Shalih” Bersama Abah
Ihsan
Felix Siaw dalam buku Al-Fatih 1457
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari dalam Yuk, Jadi Orang
Tua Shalih Sebelum meminta Anak Shalih
Muhammad Nur Abdul Hafidzh Suwaid dalam Prophetic
Parenting, Cara Nabi saw Mendidik Anak
Rudi Habibie movie