Jumat, 08 Juli 2016

Ayah, Engkau juga inspirasi ku





Bismillahirahmanirrahim
Ketika jari jemari ini mulai memainkan perannya di keyboard laptop, hal yang ditakutkan adalah kekhilafan atas rasa ria yang berlebihan serta sebuah tulisan tanpa landasan ilmu yang bermuara kepada-Nya. Maka sebelum anda membaca lebih dalam mengenai artikel ini, mohon kiranya bukakan dengan lebar pintu maaf dan kelowongan atas pendapat yang saya tuliskan dalam artikel ini, sebuah tulisan yang in Syaa Allah saya tuliskan dengan beberapa panduan buku, tontonan serta seminar yang membuka pikiran saya bagaimana mendidik anak-anak yang notabennya akan menjadi penyemangat hidup orang tua nya yang mulai senja, pengibar dan pengharum merah putih serta yang paling mulia adalah pengantar diri dan pembimbing menuju Jannah-nya.

Mengenai judul di atas mengapa saya tulis “Ayah, engkau juga inspirasi ku” bukan “Ayah, engkau adalah inspirasi ku”. Hal ini dikarenakan banyak diantara kita yang berfikir bahwa yang menjadi sumber ilmu atau pendidikan pertama anak-anak adalah ibunya, hal ini berlandaskan pada sebuah kalimat bahwa “ibu adalah madrasah pertama bagi anak-anak”  bukan berpegang pada kalimat “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak”.
Kalimat mana yang lebih Ayah Bunda sukai?
Pertama atau kedua?

 Silahkan Ayah Bunda memilih. namun untuk saya sendiri saya akan memilih kalimat “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak”, Ayah dan Bunda memiliki pilihan yang lain, silahkan, saya tidak akan memaksa anda memiliki persamaan pemikiran, jika Ayah Bunda memilih kalimat pertama itu juga jauh lebih baik dibandingkan dengan berpikir “madrasah anak-anak adalah di sekolah” kalimat ini berpamahaman bahwa proses pendidikan anak-anak hanya terjadi di sekolah dan tidak menjadikan rumah sebagai proses pendidikan anak-anak juga dan secara tidak langsung menyerahkan pendidikan anak-anak anda seutuhnya kepada orang-orang di sekolah yaitu guru. Kalo yang ini jelas saya sangat tidak setuju, bayangkan saja berapa lama anak-anak di sekolah, lebih banyak mana anak-anak berada di rumah atau di sekolah? dan yang harus kita sadari adalah proses pendidikan itu tidak hanya mencakup IPA, IPS, B.Indonesia, Matematika, B.inggris dan lainnya. Terdapat sebuah pendidikan lain yang harus diperoleh anak-anak, pendidikan akhlak,tauhid, jati diri bahkan kasih sayang juga harus mereka dapati, dan itu semua tidak cukup ia dapati hanya di sekolah, melainkan di rumah.
Mengapa saya memilih kalimat kedua “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak”?

Saya akan coba jelaskan dan silahkan Ayah Bunda membacanya setelah itu saya kembalikan kepada Ayah dan Bunda 

Mengikuti seminar “Menjadi Orang Tua Shalih” pada 11-12 Juni 2016 lalu bersama abah Ihsan Baihaqi perlahan membuka proses pemikiran saya bagaimana seharusnya mendidik anak, membuka mata bahwa kelak jika saya menjadi seorang ibu maka tidak sepatutnya saya menyudahi proses belajar saya dalam memahami anak-anak, karena mendidik mereka membutuhkan ilmu. Banyak hal yang saya dapati dari seminar ini, mulai dari perbedaan guru betulan dan kebetulan, penerapan 18-21, Hukum kekelan pada anak-anak, perbedaan menjadi orang tua tegas nan lembut dan keras nan lembek, serta ilmu-ilmu lainnya yang jika memang ayah dan bunda ingin tahu lebih dalam bisa bergabung dengan seminar abah.

Mengulik lebih dalam mengenai istilah penerapan 18-21, sedangkan untuk hukum kekelan pada anak-anak in syaa Allah akan saya hadirkan juga tulisannya dengan mengaitkan hukum kekelan massa dan hukum kekelan energi beberapa hari /minggu/bulan, karena bagi saya untuk menulis membutuhkan moody yang cukup, tidak seperti mereka yang dengan istiqomhnya memberikan tulisan-tulisan nan berilmu.
Apa makna dari 18-21???
Lihatlah sebuah benda yang pada umumnya menempel di dinding rumah berbentuk bulat atau kotak, apa benda itu?
Jika saya mencarinya di rumah saya, maka jawabannya adalah jam dinding, entah jika ayah dan bunda yang jawab, mungkin saja jawabannya bukan jam dinding karena bisa jadi jam dinding dirumah ayah dan bunda memiliki bentuk selain bulat dan kotak serta tidak menempel di dinding. Tapi makna dari sesungguhnya adalah jam
ya, 18-21 tersebut bermakna jam, jam yang harus diluangkan orang tua bersama anak-anaknya, tanpa gadget atau apapun yang menghalangi kebersamaan ayah bunda dengan anak-anaknya. Sekali lagi mengingatkan, 18-21 harus dilakukan orang tua ya bukan hanya Bunda karena alasan untuk Ayah adalah masalah pekerjaan, pulang malam atau mungkin pulang di atas pukul 21.00, jika memang hal tersebut yang terjadi maka Ayah harus meluangkan waktu lainnya di luar 18-21, karena 18-21 bukan suatu angka yang wajib tapi harus diterapkan. 

Jika sang Ayah tidak dapat full bersama anak-anaknya selama 18-21, maka ayah dapat memilih diantaranya, bisa 18/19/20/21, bebas ko, tapi jangan Cuma 5 menit ya… 5 menit untuk makan saja Cuma masuk beberapa suap heheh, lebih banyak lebih bagus.  Disconect semua elektronik di rumah dan connect with your family
Kegiatan apa saja sih yang bisa ayah bunda dan anak-anak lakukan? Ayah dan Bunda sendirilah kepala sekolah dan guru di madrasah anak-anak anda, bisa Qur’an time, Story time,bermain, belajar dll.

 Mengapa hal ini dibutuhkan?
Tentunya hal ini dibutuhkan, karena ketika Quality time tersebut dilakukan, maka akan timbul rasa kepercayaan anak-anak kepada ayah dan bundanya terutama jika di dalam waktu tersebut orang tua menjadi pendengar setia bagi anak-anaknya atas segala aktifitas atau masalah-masalah yang dihadapi anak-anak, mungkin awalnya anak-anak bercerita tentang masalah sepeleh contohnya terkait penghapus yang di ambil temannya, namun melalui hal sepele ini lah anak-anak akan terlatih bercerita segala hal dengan orang tuanya, karena semakin bertambah usianya seseorang, maka semakin bertambah dan kompleks pula masalahnya
Sebuah riset yang dilakukan di Universitas John Hopkin, AS, menyatakan bahwa remaja yang diberi kesempatan berbicara dengan orangtua mereka akan memiliki daya tahan mental lebih baik terhadap lingkungan (negatif). Dan untuk membangun kesempatan berbicara ini tidak lah mudah, maka harus dilatih sejak dini.
So, Parent’s Quality time is so important, not only mother but also  father.

Jika ada yang kembali menanyakan kepada saya, apakah saya sudah mempraktekan pendidikan ini dirumah?, tentu saja saya jawab belum, ya karena ketika saya menulis artikel ini posisi saya masih sendiri hehe, dan do’akan saja semoga saya dapat dengan segera mempraktekannya, tetep ngarep hehehe
tapi jika ada yang menanyakan kepada saya, apakah proses pendidikan anak yang juga meilbatkan ayah bukan hanya bunda sudah terbukti keberhasilannya? maka saya akan menjawabnya sudah
Kenapa saya bilang sudah, karena hasil produk-produk “rumah adalah madrasah pertama bagi anak-anak” dapat ayah dan bunda lihat dan saksikan sendiri, mereka orang-orang besar yang menjadi bukti betapa besarnya peran Ayah dan Bunda bagi masa depan anak-anak. B.J Habibie, Al-fatih dan pastinya banyak tokoh-tokoh lainnya yang dapat kita ambil pelajaran bagaimana ia bisa menjadi orang-orang berpengaruh di masanya, bagaimana caranya?. Baiklah kita akan tapak kilas seajarah satu persatu tokoh-tokoh yang saya tuliskan, inilah fungsinya belajar sejarah dan hal ini pulalah yang membuat saya sangat senang membaca dan menonton tokoh-tokoh inspiratif, karena dari merekalah kita akan belajar bagaimana menjalani proses kehidupan ini


B.J Habibie


Untuk tokoh yang satu ini, sumber yang saya dapati adalah melalui sebuah film, lain hal nya dengan tokoh selanjutnya yang kisahnya saya ambil dari beberapa buku. Saya rasa kita semua tahu mengapa saya mengambil sumber tokoh ini dari sebuah film, ya karena memang saat ini film tentang beliau sedang di putar di bisokop-bioskop, so buat kalian yang punya waktu luang , monggo di tonton filmnya, sanya ga promosi sama sekali ya, saya Cuma mau memberi referensi sebuah film bagus, sebuah film yang bukan hanya bagus untuk membangun karakter seorang remaja tapi juga bagus untuk ayah dan bunda,karena di dalam nya terlihat sangat jelas gambaran Ayah dan Bunda Sang Pembuat pesawat ini.
Menyelami lebih dalam tokoh Ayah B.J Habibie di kala kecil, ya  kenapa di kala kecil? karena Ayah beliau wafat di saat beliau masih kecil, saat sujud mengimami istri dan anak-anaknya sholat dan saat itu pulalah sifat ketegaran dan keimanan dalam diri seorang anak penyuka pesawat terlihat, dengan menahan air mata B.J habibie kecil maju kedepan menggantikan Ayahnya yang terjatuh dalam sujudnya menjadi imam.
Jadilah seperti mata air yang jernih
Jika kamu baik maka orang disekeliling mu juga akan baik

Kalau tidak salah seperti itulah bunyi kalimatnya, sebuah kalimat yang keluar dari mulut ayahnya yang teriyang di dalam pikiran B.J Habibie setiap saat, sebuah kalimat yang selalu memberikan kekuatan saat ia menempuh pendidikan di negeri orang. Ayahnya jugalah yang menjelaskan dengan sabar bagaimana sebuah pesawat dapat terbang, serta pertanyaan-pertanyaan lain nya yang keluar dari mulut Habibie kecil. Serta proses pendidikan kehidupan lain nya yang diajarkan Ayahnya dalam menghadapi kehidupan.


Al-Fatih


Untuk tokoh yang satu ini  saya rasa kita semua sudah mengetahuinya, Ia adalah penakluk konstantinopel di usia yang masih muda, kalau tidak salah pada usia 21 tahun. Malu rasanya diri ini yang di usia seperti ini hanya bisa duduk didepan laptop mencuri ilmu dari beberapa buku .

Ya, bagaimana di saat usianya masih sedemikian muda sudah dapat menaklukan konstantinopel?
Semua tak lepas dari peran ayahnya. Ayahnya lah yang selalu membisikan dan mengatakan padanya “bahwa kelak kamulah penakluk konstantinopel”. Sebuah penanaman keyakinan yang sangat patut kita tiru, sebuah kaliamat yang patut kita berikan kepada anak-anak, sebuah kalimat positif yang membangun karakternya bahwa aku adalah…..

Ya, kalimat positif  sangatlah berpengaruh pada diri seseorang, kenapa saya bisa sangat yakin?, karena saya sendiri juga mengalaminya, tak jarang orang tua saya selalu mengatakan bahwa saya adalah anak yang nekat dan tekun, walaupun sebenarnya tak jarang ketika menghadapi sebuah masalah saya selalu bingung dan galau, bahasa anak muda jaman sekarang. namun Alhamdulillah kalimat itu yang selalu membuat saya yakin dan berjuang untuk mendapatkan suatu hal yang saya inginkan.

Selain menanamkan karakter yang baik kepada Al-fatih kecil, peran Sang Sultan juga mencakup yang lain, mencakup pendidikan dan karakter anaknya, maka tak segan ia memanggil 2 guru sekaliqus untuk mendidik anaknya, guru-guru besar yang mengajarkan adab, akhlak serta ilmu lainnya. Serta seorang ayah yang memberikan mandat kepada sang guru untuk tak segan memukul anaknya jika anaknya susah diajarkan. Sebuah pukulan yang mendidik yang memberikan kesadaran bagi anaknya untuk memimpin kerajaan menggantikannya.

Dua tokoh yang saya rasa lebih layak untuk dijadikan bukti bahwa bukan hanya ibu yang berperan dalam kehidupan seorang anak, melainkan juga ayah.

Hal ini juga yang diajarkan Rasulullah saw dalam mendidik anak-anak kecil. Bermain bersama anak merupakan salah satu penkualitasan waktu ayah dan bunda kepada anak-anaknya

Diriwayakan oleh Ibnu Asakir dari Abu Sufyan:
Aku masuk menemui Muawiya yang saat itu sedang berbaring telentang. Diatas dadanya ada anak kecil laki-laki atau perempuan yang sedang bercanda dengannya. Aku katakana, “turunkan anak itu, wahai Amirul Mukminin” Dia menjawab “Aku mendengar Rasulullas Shalllallahu ‘alauhi wa Sallam bersabda, ‘Barang siapa memiliki anak kecil, hendaknya bermain dengannya”

Jadi Ayah, jangan segan untuk bermain dengan anak-anak ya….
Sedikit mengintip sebuah kalimat yang tergores di dalam buku yang berjudul “Prphetic parenting Cara Nabi Mendidik Anak”

“Kebanyakan orang belum menyadari bahwa anak-anak adalah salah satu unsur umat ini. Hanya saja dia bersembunyi di balik tabir kekanak-kanakannya, Apabila kita singkap tabir itu, pasti kita temukan dia berdiri sebagai salah satu tiang penyangga bangunan umat ini. Akan tetapi, ketentuan Allah pasti berjalan, yaitu bahwa tabir tersebut tidak akan tersingkap selain dengan bimbingan dan pendidikan secara berskala, sedikit demi sedikit. Oleh karena itu, harus dilakukan dengan pernecanaan yang matang dan bertahap”
Asy-Syaikh Muhammad al-Khidhr Husains rahimahullah

Rasululllah memerintahkan kedua orangtua untuk menjadi suri tauladan yang baik dalam bersikap dan berperilaku jujur dalam berhubungan dengan anak

“Kedua orangtuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Majudi atau Nasrani”

Jadi bukan hanya Bunda ya yang berperan dalam kesuksesan anak, melain Ayah juga berperan penting di dalamnya. Ibarat sebuah madrasah, Ayah adalah seorang kepala sekolah yang tidak menyerahkan semuanya kepada Bunda yang bisa diibaratkan guru, melainkan Ayah juga harus turut serta membuat Program-program bagi siswa-siswa di madrasahnya.

Sumber:
Seminar “ Menjadi Orang Tua Shalih” Bersama Abah Ihsan
Felix Siaw dalam buku Al-Fatih 1457
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari dalam Yuk, Jadi Orang Tua Shalih Sebelum meminta Anak Shalih
Muhammad Nur Abdul Hafidzh Suwaid dalam Prophetic Parenting, Cara Nabi saw Mendidik Anak
Rudi Habibie movie


1 komentar: