Rabu, 11 November 2015

Guru Seorang Penakluk Konstantinopel "Syaikh Aaq Syamsuddin"



Syaikh Aaq Syamsuddin

Kisah ini saya ambil dari sebuah buku Al-Fatih karya Ust Felix Siaw. Begitu banyak aspek yang dapat di ambil hikmahnya dalam buku tersebut, namun yang akan diangkat dalam tulisan ini adalah sosok seorang guru yang mampu mengantarkan anak didiknya menuju sebuah kemenangan membuktikan kalimat Rasulullah saw.
Sultan Mehmed II atau yang lebih dikenal Muhammad Al-Fatih memiliki dua sosok guru yang mampu membawa dirinya menjadi pribadi yang  baik. Mereka adalah Syaikh Al-Kurani dan Syaikh Aaq Syamsudin. Keduanya memiliki peranan yang baik dalam kehidupan dan pendidikan Mehmed II. Diantara kedua gurunya tersebut, Syaikh Aaq Syamsudin merupakan ulama yang sangat berpengaruh dalam pembentukan mental Mehmed.
Syaikh Aasq Syamsuddin adalah ulama yang nasabnya bersambung dengan Abu Bakar Ash-Shidiq dan merupakan seorang polymath (seseorang yang pengetahuannya tidak hanya terbatas pada satu bidang) sebagaimana ulama pada masanya. Aaq Syamsudin menjadi seorang Hafidz Al-Qur’an pada usia 7 tahun dan sangat ahli dalam bidang biologi, kedokteran, astronomi dan pengobatan herbal
Ia tidak hanya mendidik Mehmed dengan ilmu yang ia kuasai melainkan juga dengan penanaman mental di dalam diri Mehmed. Ia juga selalu mengingatkan Mehmed akan kemuliaan ahlu bisyarah yang akan membebaskan konstantinopel. Setiap hari ia menceritakan perjuangan Rasulullah dan pengorbanannya dalam menegakan agama islam, serta menanamkan kepribadian Rasulllah melalui sirah-nya kepada Mehmed, Ia juga menceritakan kepahlawanan dan kesatriaan para sahabat dan para penakluk awal, kehebatan mereka yang tak terbendung, syahidnya dan terutama usaha-usaha mereka dalam meraih janji Allah tentang takluknya kota Konstantinopel.
Bahkan Syaikh Aaq Syamsudin sendirilah yang selalu mengulang-mengulangi perkataannya kepada Mehmed, bahwa dirinyalah (Mehmed) pemimpin yang dimaksud dalam hadist Rasulullah saw yang diriwayatkan Ahmad “Konstantinopel akan takluk ditangan seorang laki-laki, maka sebaik-baik pemimpin adalah pemimpinannya dan sebaik-baik tentara adalah tentaranya
            Perjuangan Sultan Mehemed dan pasukannya dalam menaklukan kota konstantinopel penuh dengan pengorbanan yang bukan hanya memakan banyak jiwa melainkan juga memakan moral yang menggeruguti diri pasukan ustmani sedikit demi sedikit. Terutama pada saat kapal-kapal Eropa mampu melewati benteng-benteng yang dibangun sultan Mehmed untuk mengirim pasokan kepada Konstantinopel (Sultan Mehmed dan pasukanya sengaja membuat benteng-benteng yang mengelilingi Konstantinopel dengan tujuan untuk memblokade konstantinopel). Pada saat itu salah para  wazir dan penasehat yang dikomando oleh Halil Pasha menyelipkan keraguan pasukan terhadap kepemimpinan Mehmed serta menyalahkan Syaikh Aaq Syamsuddin sebagai orang yang sangat mempengaruhi Mehmed. mereka mengatakan kepada Sultan
“Sesungguhnya engkau telah menjerumuskan pasukan dalam jumlah yang sangat besar pada peperangan ini, hanya karena engkau menuruti perkataan seorang sayikh! lihatlah, betapa banyak tentara yang meninggal dan berapa banyak persenjataan yang rusak. Kemudian lebih dari pada itu, kini datang bala bantuan dari negeri Eropa yang masuk ke dalam benteng. Namun, belum ada titik terang penaklukan kota itu!”
Sultan Mehmed membisu mendengar reaksi yang datang kepadanya, ia memahami jalan pikiran Halil Pasha, bila ia membantah dan salah melangkah, keadaan yang pernah terjadi pada 1446 bisa terulang dimana Halil Pasha memanfaatkan pasukan Yeniseri untuk mengambil kekuasaannya. Mehmed memutuskan mengutus wazirnya yang lain untuk bertanya kepada Syaikh Aaq Syamsudin mengenai persoalan yang sedang ia hadapi, Mehmed mendapatkan jawaban berupa sebuah kalimat “Pasti Allah akan memberikan kemenangan” mendapat jawaban seperti ini, Mehmed memerintahkan wazirnya kembali kepada Syaikh Aaq Syamsudin untuk mendapatkan penjelasan terkait jawaban yang ia berikan.
            Mehmed menerima sepucuk surat yang ditulis langsung oleh syaikh tentang sikap dan cara yang harus dilakukan dalam suasana krisis yang dialaminya
“Allah lah Dzat yang Maha Pemberi Kemuliaan dan Pemberi Kemenangan. Sesungguhnya Peristiwa lolosnya kapal itu telah menimbulkan rasa ngeri dan ketakutan dalam hati dan menimbulkan rasa gembira dan bangga dikalangan orang-orang kafir. Sesungguhnya masalah yang pasti adalah: bahwasanya seorang hamba itu sekedar merancang, sedangkan yang menentukan adalah Allah dan ketentuan semuanya ada di tangan Allah. Kita telah berserah diri dan kita telah membaca Al-Qur’an. itu semua tidak lebih dari rasa kantuk di dalam tidur setelah ini. Sesungguhnya telah terjadi kelembutan kekuasaan Allah dan muncullah kabar-kabar gembira tentang kemenangan itu, sesuatu yang belum pernah terjadi sebelumnya”.
Terjadi perbebatan di dalam kerajaan Ustmani, Golongan yang mengikuti Halil Pasha merasa pengepungan sudah cukup dan tidak akan membuahkan hasil yang baik, namun golongan lain berpendapat berbeda, salah satunya adalah Zaganos Pasha yang mengatakan bahwa pengepungan yang telah dilakukan belum maksimal sehingga banyak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan. Hingga akhirnya pengepungan dan perjuangan untuk menaklukan kota Konstantinopel kembali dilakukan.
            Perjuangan dan pengepungan terus dilakukan hingga detik-detik terakhir dimana pasukan Ustmani mampu menaiki tembok pertahanan Konstantinopel dengan menggunakan tangga-tangga yang telah dipasang oleh pasukan yang sebelumnya, namun keberuntungan tetap memihak kepada pasukan bertahan, mereka berhasil menghujami pasukan Ustmani dengan komando tempat yang lebih tinggi. Dalam waktu satu jam banyak pasukan Ustmani yang syahid dan cidera, begitu juga dengan pasukan bertahan.
            Melihat peristiwa ini membuat Sultan merasa gelisah dan tegang, ia berharap Konstantinopel dapat ditaklukan oleh pasukan gelombang kedua (yang berhasil menaiki tembok Konstantinopel) namun yang terjadi malah sebaliknya, jika hal tersebut terus terjadi maka suatu hal yang tidak mungkin jika pasukan Ustmani tidak dapat mendapatkan tujuan utamanya. Khawatir hal tersebut terjadi, ia meminta agar utusannya membawa Syaikh Aaq Syamsuddin menuju garis perang depan peperangan untuk meminta nasihat darinya. Namun penjaga kemah Syaikh menyampaikan kepada utusan Sultan bahwa Syaikh tidak ingin bertemu dengan siapapun. Mendapatkan kabar ini, Sultan Mehmed mendatangi kemah Syaikh secara pribadi, namun Sultan tetap tidak dijinkan masuk. marah karena peristiwa itu, dia mencabut pedangnya lalu merobek kemah Syaikh Syamsuddin. Saat itu, tampaklah Syaikh Syamsuddin sedang bersujud, dengan sorban terlepas dari kepalanya, menampakan rambut putihnya. ketika Syaikh bangkit dari sujud, terlihatlah air mata mengalir dari matanya. Syaikh Syamsuddin bermunajat kepada Allah, meminta penaklukan dalam waktu dekat.
            Tatkala Sultan kembali ke medan peperangan, meriam Ustmani berhasil menghantam telak tembok Konstantinopel dan membuat lobang yang cukup besar sehingga 300 tentara Ustmani berhasil masuk ke dalam dan meneriakan “Konstantinopel telah ditaklukan” diiringi dengan tertancapnya bendera Ustmani di menara Konstantinopel.
Muhammad Al-Fatih 1453 oleh Felix Y. Siaw

cerita diatas menggambarkan betapa pentingnya peranan seorang guru dalam mendidik anak didiknya serta kekuatan do’a yang dihanturkan seorang guru untuk muridnya karena memang sejatinya guru adalah orang tua kedua di sekolah. beberapa hal yang dapat diambil yang dapat kita jadikan rujukan dalam mendidik:
1.       Gunakan kalimat-kalimat motivasi possitif yang mampu membentuk kepribadian anak didik kita
2.       Islam adalah agama yang sempurna, di dalamnya terdapat orang-orang yang dapat dijadikan contoh dalam kehidupan, maka ceritakanlah riwayat umat-umat muslim terutama Rasulullah saw dalam membentuk kepribadian anak, hal ini terlihat dalam sebuah gambaran yang dituliskan di dalam buku Muhammad Al-Fatih dimana Mehmed sering sekali menggunakan taktik yang digunakan Rasulullah dalam berperang
3.       Do’a seorang guru yang bermunajat kepada Allah mengenai anak didiknya sangatlah berarti, terlihat dan tergambarkan dari peristiwa yang tertulis di atas, maka sebagai seorang guru atau orang tua janganlah berhenti mendo’akan anak didik mereka, ketika kita tidak memiliki kemampuan untuk menghandel permasalahan-permasalahan yang terdapat pada anak didik kita, maka serahkanlah semua kepada Sang Pemberi Masalah Allah SWT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar