Butuh
Tahunan Bahkan Milyaran Tahun untuk Bisa Bermanfaat
Bismillahirahmanirrahiim……………….
Segala
puji bagi Sang Pencipta makhluk yang menciptakan segala hal di muka bumi ini
tanpa ada yang sia-sia. Menciptakan material kecil seperti electron bahkan yang
lebih kecil dari itu “quark” sebagai sarana pemberlajaran bagi manusia, bahwa
tanpa adanya pergerakan material terkecil itu manusia tidak akan pernah mampu
bergerak, bahkan bisa kita bayangkan berapa milyar elektron yang bergerak dalam
setiap detak jantung dan aktifitas lainnya. Lalu siapakah yang mengatur milyaran
materil tersebut? Ia lah Sang Pengatur yang mengaturnya, mengatur milyaran
elektron yang terdapat di dalam milyaran makhluk di alam semesta, karena
seperti yang kita yakini elektron adalah materil kecil yang bukan hanya
bertindak sebagai penyusun makhluk bumi namun juga makhluk alam semesta bahkan
makhluk yang tak sanggup dilihat oleh manusia, allahu’alam
Mengawali
tulisan dengan perumpamaan materil kecil di alam semesta bukanlah menjadi
tujuan dari tulisan saya yang satu ini. Tergugah menulis kembali lebih dalam terkait
benda yang bersinar di atas langit saat berada di tengah pepohonan dalam hutan
pada pukul 02.30 dini hari saat teacher camp.
Malam itu mendapat tugas untuk menulis sebuah hal yang sudah dan akan dilakukan
sebagai Pembina titipan-titipan Ilahi. Sebagai seorang yang masih fakir ilmu
tentang tulisan, rasanya menggoreskan tinta di atas lembaran putih secara
spontan adalah suatu hal yang tidak mudah, hingga akhirnya Sang Penguasa
mengingatkan diri ini untuk berbagi sedikit ilmu yang sedang saya resapi dari
sebuah buku “Terpesona di Sidratul Muntaha” Karya Agus Mustofa, sebuah buku
yang mengulik kuasa Nya dalam mengantarkan Rasulullah melakukan Isra Mi’raj
Sang
Ilahi mempertemukan saya dengan sebuah ilmu dalam buku yang membuat diri ini
semakin tertunduk dan bertasbih kepadaNya. Lembaran-lembaran awal membahas
tentang kecepatan cahaya yang akhirnya kecepatan ini mampu mengantarkan
Rasulullah berpindah dari masjidil Haram ke masjidil Aqsha hanya dalam hitungan
detik, cahaya adalah sebuah materil yang diyakini sebagai penyusun diri Buraq
dan malaikat jibril, dan cahaya adalah materil yang memiliki kecepatan
300.000km/detik hingga akhirnya di yakini bahwa di alam semesta ini, cahayalah
pemilik kecepatan tertinggi.Maka saya tersadar begitu indahnya Sang Ilahi
mengatur perjalanan Rasulullah dan memberikan pembelajaran bagi umat manusia.
Beralih
pada peristiwa dini hari saat harus terduduk berjauhan dari yang lainnya dalam
rimbunan jangkrik yang perlahan menaiki rok celana, satu pesatu lampu dari
kawan seberang mulai redup menandakan mereka telah selesai membuat tulisan,
lalu bagaimana dengan kisah orang yang masih fakir ilmu menulis ini???? Hingga
akhirnya Sang Pengatur alam semesta membiarkan cahaya bintang-bintang
menggantikan cahaya head lamp yang
mulai redup. Ya Bintang di langit menjadi tema tulisan saya saat itu.
Mengulik
sedikit tentang bintang, Beberapa diantara kita mungkin sudah tahu bahwa jarak
antara bintang dengan bumi tidaklah seperti jarak dari Jakarta ke Bandung yang
hanya beberapa km. Jarak antara bumi dan bintang ribuan jutaan km bahkan ada
yang tak mampu dihitung lagi dengan satuan km. Bahkan dituliskan bahwa jarak
terdekat bintang adalah 8 juta tahun cahaya dan yang lebih menakjubkan lagi
adalah bahwa terdapat bintang yang berasal dari luar galaksi bima sakti tempat
bumi berada sehingga memiliki jarak 1 miliar tahun cahaya dari bumi, hal ini
menandakan bahwa sinar bintang pada malam itu yang berasal dari bintang yang
berjarak 8 tahun cahaya adalah sinar bintang 8 tahun yang lalu bukan cahaya
yang sedang berpijar di bintang saat itu. Atas Rahman dan Rahim Nya lah cahaya
8 tahun lalu itu tidak hilang berpencar hingga mampu menyinari bumi di malam
hari.
Begitu
kompleks memang alam semeta ini, jangankan alam semesta, lapisan langit bumi
kita saja sangat kompleks, lapisan atmosfer yang berusun berlapis-lapis di
tambah berterbangannya debu-debu bisa saja menjadi penghalang masuknya cahaya
bintang ke bumi, namun Sang Penyayang tidak ingin membiarkan makhluk Nya di
muka bumi merasakan kegelapan hingga akhirnya Ia menjadikan hal yang tidak
mustahil menjadi mustahil. Membiarkan perjalanan cahaya selama 8 tahun memasuki
bumi dan dirasakan manusia.
Malam
itu saya jadikan bintang sebagai tema sebuah harapan untuk titipan Ilahi.
Belajar dari sebuah bintang yang tanpa lelah tetap terus bercahaya walaupun
manfaat yang diterima makhluk bumi 8 tahun setelah usahanya bahkan milyaran
tahun, namun bintang tetap terus berusaha bercahaya dan bukanlah sebuah hal
yang sederhana jika kita mengulik lebih dalam bagaimana sebuah benda dapat
memancarkan cahaya, cukup kompleks membahas bagaimana sebuah benda dapat
memancarkan cahaya, bagaimana bahan bakanya, prosesnya, interaksi antar
partikel di dalamnya dan hal-hal lainnya. Ini juga yang akan mereka hadapi para
titipan Ilahi di tangan yang masih fakir ilmu mendidik seperti saya, tanpa
memperdulikan gunjingan orang-orang yang hanya melihat cover karena seperti
benda yang sedang berusaha memancarkan cahaya yang tak jarang elektron
didalamnya tereskitasi dan kembali lagi ke posisinya hingga akhirnya
mengeluarkan sinar-sinar mengganggu dan seperti ini pula lah kalian saat ini,
tetap dan teruslah berusaha untuk menjadi makhluk yang bermanfaat kelak.
Lagi-lagi,
ini adalah sebuah pembelajaran yang Ilahi sisipkan. Dan inilah yang saya
harapkan tertanam dalam diri mereka dan diri sendiri. Tetap terus berusaha
menjadi makhluk bermanfaat untuk orang lain, terus berusaha walaupun manfaat
yang akan diterima orang lain cukup lama, karena meyakini tidak akan ada suatu
hal yang sia-sia. Dengan tetap membalut keistiqomahan berusaha dalam sebuah
ketawadhuan dan Lillah kepadaNya. Karena seperti cahaya bintang yang akhirnya
dihantarkan Sang Pencipta melewati lapisan-lapisan alam semesta dan
lapisan-lapisan langit bumi hingga akhirnya sampai ke bumi, begitu jugalah
dengan usaha manusia yang tidak akan pernah mencapai tujuannya tanpa ridho dari
Nya.
Semoga
tulisan yang masih mencari arah ini bermanfaat bagi para pembacanya
Allahu’alam
terinspirasi
dari Al-Qur’an, Sirah Nabawiyah dan Buku Terpesona di Sidratul Muntaha